
KUTAI BARAT (Kaltim), SUDUTBERITA.com | Syaharin dan Dibar warga RT 3 Kampug Besiq kecamatan Damai kabupaten Kutai Barat mendadak sakit kepala.
Betapa tidak, rumahnya yang berlokasi tepat berada di tengah kebun perusahaan sawit PT.Ketapang Hijau Lestari (KHL) tiba-tiba terisolir disebabkan akses jalan menuju rumah dan ladang masyarakat digali dengan lobang besar di kedua sisi jalan oleh perusahaan sehingga tidak bisa keluar atau masuk.
Anehnya hal itu dilakukan oleh perusahaan justru pada saat mereka tidak sedang di rumah.
“Sepulang dari Barong itu nyampe ke rumah saya di sini ada karyawan bilang turunan di rumah bapak dibawah Itu dipotong, digali mereka pakai eksa,” jelas Syaharin kepada awak media di lokasi kejadian. Minggu 31/10/21.

Ia mengaku jalan yang ditutup perusahaan itu awalnya adalah jalan setapak yang biasa digunakan masyarakat ke ladang. Namun setelah masuknya perusahaan sawit jalan tersebut ditutup. Sehingga mau tidak mau masyarakat menggunakan jalan perusahaan.
“Jalan ini digunakan ada juga digunakan untuk orang lain termasuk karyawan juga, cuma yang saya heran itu mengapa dipotong di depan rumah saya aja, atas bawahnya. Tujuannya apa itu, sentimennya apa. Apakah ini perbuatan manusia atau perbuatan siapa ini, kami ingin tahu. Kalau ini perbuatan manusia tidak mungkin begini,” ujar Syaharin.
Ia menduga kuat PT KHL sengaja memblokir karena Syaharin dan kakaknya Dibar tetap kukuh menahan lokasinya digusur perusahaan sawit.
Syaharin menilai perusahaan bertindak semena-mena terhadap masyarakat sebab perusahaan telah menggusur lahannya tanpa kompensasi. Bahkan kuburan milik keluarga dan lembo (hutan buah) yang diusahakan turun temurun digusur juga oleh PT KHL.
“Kami punya bukti di lapangan. Pertama tanam tumbuh yang dirusak itu yang masih tersisa lembo. Yang kedua kuburan. Sama saksi-saksi batas, kami bisa panggil semua saksi batas,” akunya kukuh.
Dia mengeluhkan betapa sulitnya mencari keadilan dan memperjuangkan hak miliknya. Ia telah berusaha mempertanyakan kepada aparat, baik tingkat kampung sampai pemerintah kabupaten.

Senada diungkapkan kakak Syahrin bernama Dibar. ia menyatakan tanah yang kini ditempati keluarganya dijual oleh oknum warga ke perusahaan sekitar tahun 2014.
Sedangkan perusahaan dan pemerintah kampung Besiq bukannya mencari siapa pemilik tanah yang sebenarnya, namun justru memproses dengan cara mengglobalkan lahan masyarakat sekitar 600 hektar kepada satu pemilik.
“Ya inilah bentuknya sampai terakhir jalannya dipotong oleh pihak perusahaan. Kalau lahan kami yang bermasalah ini masuk global namanya bernama Pak Stepanus Muharram. Punya kami hampir 150 hektare,” aku Dibar.
Sebenarnya sejak awal dirinya dan sejumlah pemilik lahan lainnya menolak tanah mereka diglobalkan ke satu orang.
Mereka takut tidak diakui perusahaan, baik sebagai pemilik lahan maupun petani plasma.
Dan ternyata ketakutan mereka betul terjadi karena ada dua nama yang tercatat mengglobalkan tanah warga. Masing-masing Muharam 600 ha lebih dan Sinardi 1000 ha lebih.
“Menurut keterangan dari pihak perusahaan bahwa itu masuk global Pak Muharam, yang kami punya ini. Jadi masalah pembayaran kami tidak tahu karena kami tidak pernah dikasih uangnya,” ungkapnya kecewa.
Dibar menerangkan sebelumnya sekitar tahun 2014 hingga 2016 pihak PT.KHL beberapa kali sosialisasi terkait pembebasan lahan. Saat sosialisasi masyarakat diminta menandatangani daftar hadir.
Ia menduga tanda tangan inilah yang digunakan perangkat kampung, lembaga adat dan perusahaan sebagai dasar persetujuan warga untuk mengglobalkan tanah. Padahal sebenarnya banyak warga yang menolak.
“Masyarakat menolak karena menurut kami ukuran global itu menghilangkan hak seseorang, hak kelola. Dan setahu kami tidak mungkin ada orang yang bisa menjual hak orang lain. Jadi kami tidak sepakat dengan global itu tapi mereka manfaatkan daftar hadir kami itu sebagai barang bukti. Kesepakatan kami itu dijadikan mereka untuk kesepakatan kami bahwa kami sepakat itu diglobal.
“Saya pernah telpon sama Pak Rodi (kepala desa Besiq), pak Rodi menyatakan dasar dia sampai berani tanda tangan di surat global mereka itu karena ada kesepakatan waktu itu dibilang waktu rapat di tempat Pak Muharram. Kesepakatan hampir 150 orang. Padahal semua kami nolak. Tapi karena kami sudah tanda tangan daftar hadir maka itu bisa dijadikan barang bukti mereka bahwa itu kesepakatan kami,” papar Dibar.
BACA JUGA : Jalan Digali Menutup Akses Rumah Warga oleh PT. KHL : Katanya Untuk Gorong-gorong……????!!!
Kini, mereka hanya bisa memohon kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Bupati Kutai Barat supaya ada kepedulian dan perhatian kepada masyarakat yang lemah.
Bahkan ia juga meminta Bapak Presiden dan Kapolri untuk mendengar keluhan dan jeritan mereka.
“Mudahan bapak Presiden Pak Jokowi mendengar apa keluhan kami masyarakat ini bahwa kami merasa dirugikan oleh pihak perusahaan, tolong kami pak.
Saya minta juga sama bapak Kapolri tolong jangan sampai aparatnya terlalu dalam terlibat persoalan perusahaan ini. Karena ketika masyarakat mau berurusan itu tidak berhadapan sama perusahaan tapi berhadapan sama aparat, berhadapan sama penegak hukum.
Maka oleh sebab itu saya bilang aparat terlalu jauh masuk ke dalam persoalan perusahaan sehingga apa yang kami mau berurusan itu semuanya mentok,” pinta Dibar.
Sementara itu kepala kampung Besiq, Rodi sampai berita ini diterbitkan belum berhasil dihubungi media.
Ketika awak media mendatangi kediaman Stepanus Muharram, yang bersangkutan sedang berada di luar dan ketika dihubungi nomor ponselnya juga tidak bisa tersambung.
Sedangkan manajemen PT.KHL menurut informasi warga Besiq berkantor di kampung Sumber Sari kecamatan Barong Tongkok. Akan tetapi saat disambangi awak media tak satupun orang yang bisa ditemui. Ketika dihubungi nomor telepon bagian humas juga belum bisa terhubung.
Penulis : Paul Buditomo
Editor : Redaksi