
KUTAI BARAT (Kaltim),⁰ SUDUTBERITA.com | Merasa kasus yang dilaporkan lambat diproses akhirnya Anisius Dedy Supriadi melapor ke polres Kutai Barat.
Warga kampung Pentat kecamatan Jempang Kabupaten Kutai Barat (Kubar) Kalimantan Timur itu mengaku menjadi korban penusukan yang terjadi pada 11 Oktober 2021 lalu dan kasusnya sudah dilaporkan ke Polsek Jempang, namun Dia mengaku kecewa lantaran laporannya hampir dua bulan tak kunjung diproses hukum.
“Kasusnya tidak cepat ditangani sedangkan kasus ini bukan hanya pemukulan, tetapi mengarah ke pembunuhan,” ucap Dedy kepada SUDUTBERITA.com di Barong Tongkok, Sabtu, 18/12/2021 pagi.
“Untung kena tangan kalau kena perut bekasnya begini ya nyawa taruhannya,” sambungnya.

“Makanya saya sendiri sebagai korban keberatannya disitu. Sampai saya terluka begini kenapa kasusnya nggak ditangani. Akhirnya memilih jalan keluar yang terbaik, datanglah ke Polres,” ujar Dedy sambil menunjukkan goresan bekas luka di lengannya.
Awal kejadiannya, menurut Dedy ketika dia bersama dua temannya berteduh di sebuah warung kosong di RT 04 Kampung Pentat karena saat itu cuaca buruk terjadi kilat dan petir.
Saat itu kondisi menjelang magrib sekitar jam 6 datang pelaku yang bernama Hendrik ikut berteduh dan saling menyapa,
“ Dia santai duduk di meja sambil telponan.
Nah kami sama teman-teman yang lain main HP, ceritaan bercandaan. Ditengah ceritaan itu nggak tahu kenapa si pelaku ini seperti tersinggung,” cerita Dedy soal awal mula kejadian penusukan tersebut.
Baca Berita Terkait : Terkait Kasus Penusukan di Jempang, Kapolsek Sainal Arifin : Proses Hukum Terus Berjalan
Pelaku yang merasa tersinggung itu langsung menantang berkelahi. Kendati demikian Dedy tak mau menanggapi karena masih memiliki hubungan keluarga dan tinggal satu kampung. Namun pelaku justru mengatakan tidak peduli walau satu kampung atau ada hubungan juga ngga peduli.
“Saya tanya memangnya apa masalahnya, belum sempat dijawab langsung bangkit dia pukul saya. Saya sempat menepis dan mendorong dia langsung dia jatuh.” tuturnya.
Setelah dia jatuh itu langsung dicabut sajam (senjata tajam) diarahkan ke perut saya berapa kali. Dengan refleks saya tangkis, cuma mengenai tangan saya sebelah kanan. Saya terluka saya langsung menghindar mundur dan pulang.” lanjut dia.
Masih beruntung saat perkelahian terjadi ada teman yang melerai. Namun karena gelap, mereka tidak melihat secara jelas.
“Seandainya tidak ada yang melerai mungkin ngga cuma satu luka, mungkin banyak kena. Karena dia ngga peduli lagi waktu nusuk itu. Yang terkena itu di tangan kanan sekitar 21 senti, sama tergores di perut,” jelas Dedy.

Sementara itu Denan Kristian Bel, yang menjadi saksi di tempat kejadian perkara menjelaskan saat itu dia baru pulang dari Muara Siram kecamatan Bongan. Namun karena kehujanan akhirnya dia berhenti.
“Sempat saya lihat mereka tapi saya pikir keluarga semua jadi main-main HP aja. Berapa menit kemudian ada suara kayak cekcok-lah, itu entah dia tersinggung atau apa saya tidak tahu.
Mereka ribut langsung ada perkelahian. Saya reflek langsung saya tangkap pas sudah mereka berhadapan.
Di situ saya angkat meja palang di tengah-tengah. Habis itu bisa terpisah. Si Dedi ini pulang ke belakang dan si pelaku ini langsung pergi. Kalau tidak dilerai mungkin lanjut mereka kelahi disitu. Waktu ke tempat terang saya lihat ada luka di tangan. Oh cepat ini dibawa ke Puskemas. Ya langsung dibawa ke Puskesmas,” tambah Kristian melengkapi cerita kejadian tersebut.
Dalam kondisi terluka Dedy pulang ke rumah di RT 01 dan selanjutnya dibawa oleh kakaknya ke Puskesmas Tanjung Isuy, namun karena lukanya terlalu dalam dan tidak tersedianya vaksin anti tetanus dan obat bius akhirnya Dedy dirujuk ke RSUD Harapan Insan Sendawar.
Akibat luka tersebut menyebabkan Dedy tidak bisa bekerja sebulan lebih, bahkan menurut pengakuannya sampai saat ini masih belum bisa melakukan pekerjaan yang agak berat
“Hampir sebulan setengah saya tidak bisa aktivitas, angkat-angkat. Kalau sekarang ini bisanya yang ringan-ringan aja. Belum terlalu berani angkat berat. Untuk jahitan dalam luka sama luarnya 21 kali,” keluh Dedy.
Usai kejadian, Dedy dan ayahnya melapor ke Polsek Jempang tanggal 12 Oktober 2021.
Selanjutnya Dedy dan ayahnya dipanggil beberapa kali oleh anggota Polsek Jempang, saat dipanggil bukan untuk dimintai keterangan akan tetapi dilakukan mediasi secara kekeluargaan. Mediasi dilakukan sebanyak 3 kali tanpa membuahkan kesepakatan.
“Untuk mediasi pertama itu saya datangnya pas terakhir udah sore, cuma orang tua saya sama petinggi dan kepala adat. Mediasinya tiga kali, dua kali ada dilakukan, sekali ngga jadi. Baru ke adat,” ungkap Dedy.
Setelah semua upaya mediasi gagal baik yang difasilitasi oleh Polsek Jempang ataupun secara adat, Dedy dan keluarganya lebih memilih penyelesaian dengan jalur hukum.
Tetapi karena kecewa di tingkat Polsek dinilai lambat, maka pihaknya bersama penasihat hukum melapor langsung ke Polres Kubar pada 6 Desember 2021.
Dedy menuturkan untuk langkahnya tersebut pada tanggal 6 Desember 2021 mereka melaporkan kasusnya ke polres Kutai Barat didampingi kuasa hukum dengan harapan kasusnya segera diproses.
“Harapan saya yang pertama itu keadilan. Yang kedua mudah-mudahan setelah kasus saya ini, yang lain bisa cepat ditangani. Jangan sampai ada yang lain kaya saya kan kasihan. Kita sudah jadi korban kita terluka tapi diginikan,” harap Dedy Supriadi.

Menambahkan keterangannya, menurut Ayah korban Antonius Abug mengatakan, mediasi di kantor Polsek Jempang sudah tiga kali dilakukan. Masing-masing tanggal 18, 22 dan 28 Oktober. Namun mediasi itu tidak membuahkan kesepakatan karena pihak pelaku tidak sanggup membayar tuntutan dari keluarga korban.
Dia menyebut awalnya pihak keluarga meminta denda Rp 50 juta. Tetapi pihak pelaku hanya sanggup Rp 7,5 juta plus tanah.
Karena mediasi gagal, Anton Abug mengaku dipanggil Kapolsek Jempang Iptu Sainal Arifin untuk mengurangi nilai ganti rugi, akhirnya di meminta 35 juta tetapi pelaku tetap tidak mampu membayar.
Sedangkan mediasi ketiga tanggal 28 Oktober batal terlaksana karena pihak pelaku tidak datang. Langkah selanjutnya Anton yang merasa tidak ada jalan keluar kemudian mendatangi lembaga adat kampung Pentat. Lagi-lagi dalam pertemuan itu tidak selesai karena nilai ganti rugi lebih rendah dari permintaan keluarga korban. Sedangkan biaya saat berobat ke rumah sakit semua ditanggung sendiri oleh korban tanpa bantuan dari pelaku.
Sementara Kapolsek Jempang IPTU Sainal Arifin mengaku dirinya sudah berusaha mediasi kedua belah pihak. Hanya saja belum ada titik temu karena nilai ganti rugi tidak sanggup dibayar pelaku.
“Awalnya dia sendiri yang minta mediasi, karena permintaannya itu sekian kita sampaikan ke dia. Terakhir itu 7 juta kalau di Polsek, kalau di adat 4 juta. Jadi orang tuanya sendiri itu menyerahkan piring putih ke adat kampung. Itupun tanpa sepengetahuan saya,” kata Iptu Sainal saat dikonfirmasi awak media melalui telpon seluler, Senin (20/12/2021).

.
Kapolsek menambahkan, hasil mediasi adat itu juga belum dilaporkan secara resmi ke Polsek Jempang.
Alasan lain Polsek Jempang belum memproses secara hukum positif karena dua pertimbangan.
Pertama, antara pelaku dan korban masih ada hubungan keluarga. Begitu juga dengan saksi. Sehingga pihaknya mengutamakan mediasi.
Kedua pelaku sendiri dinilai sebagai masyarakat kurang mampu.
“Bukannya kita tidak mau tindak lanjuti, tapi karena dari Kanit Reskrim melaporkan kepada kami bahwa itu ada hubungan keluarga maka diupayakan mediasi dulu, ya ternyata ada selisih antara permintaan dan ketersediaan,” kata Kapolsek.
Sementara terkait pelaku menurutnya memang belum ditahan karena statusnya masih sebatas terlapor dan belum dijadikan tersangka.
Penulis : Paulus Buditomo
Editor : Redaksi